Mendapat nilai bagus,
tinggi di kelas adalah dambaan setiap siswa/siswi. Kadang, orang tua sendiri,
lebih bangga jika nilai matematika anaknya 10 ketimbang nilai agamanya yang 10.
Tidak dapat dipungkiri, seringkali orang tua mati-matian mengikutkan anaknya les
agar nilai akademiknya tinggi. Padahal, tidak semua anak pintar di bidang
akademik. Banyak juga lho yang pintar di bidang lain. Ya, karena kecerdasan
otak kiri dan kanan mereka memang berbeda.
Aku sendiri, saat
sekolah memang lebih ditekan pada nilai akademik. Tapi jangan salah, dalam ilmu
agama, orang tuaku juga memberikan porsi lebih. Sekolah diniah, ngaji atau something yang berbau agama.
Hadeh, intronya kok ke
mana-mana sih :uhuk . Baiklah, kita mulai :smile .
Aku selalu terbiasa
belajar sendiri. Mbak dan Kakak jarang sekali nemenin belajar begitu juga Bapak
dan Bu e. Dulu pernah sih sama Mas diajarin belajar. Kadang juga sama temen SD
ngadain belajar kelompok. Serius nih belajar kelompok? Aku sih serius, tapi
teman yang lain, audeh. Kalau ada PR, maunya ya ngerjain bareng, saling
mengingatkan kalau salah. Tapi ujungnya, nyontek teman yang sudah ngerjain.
Sebel banget tau :jiah .
Masuk MTsN, aku juga
masih sering belajar sendiri. Meskipun teman seangkatan di pondok banyak, tapi
ngga ada yang satu kelas ditambah lagi gurunya berbeda. Kadang kelasku ada
tambahan materi soalnya memang masuk kelas spesial. Persaingan di kelas juga
sangat ketat. Kalau ulangan atau tes, jarang banget ada yang nyontek. Malu tau
:shy . Kelas unggulan kok nyontek :etc .
Sampai ujian nasional,
bagi kami sekelas pantang buat nyontek. Tapi, kadang gurunya pesen, itu teman
kamu bantuin, kasian *Errr :jiah .
Masuk MAN, ngga terlalu
banyak perubahan. Aku tetap belajar sendiri, masih anti dengan yang namanya
nyontek. Sering kali saat ada PR, pagi-pagi pada ribut sendiri, nyontek dong!
Katanya. Aku paling sebel setengah mati kalau dimintain contekan. Hello?
Semalaman kalian ngapain? Kenapa ngga belajar? Kenapa musti nyontek? Rasanya
itu ya, kamu kerja keras, tapi orang lain yang nerima hasil kerja kerasmu.
Hadeh cape deh!
Setiap kali tes, aku
juga melakukan hal yang sama. Aku ngga akan ngasih contekan selama aku ngga
nyontek. Sampai-sampai, mereka mencapku sebagai Miss Pelit Sok Elit. Gayanya selangit kalau soal pelajaran. Masa
bodoh deh ya :uhuk .
Seiring berjalannya
waktu, ternyata idealis yang dijunjung tinggi itu pun mengikis seiring
bertambah majunya jaman dan isu global
warming. Pelajaran seolah menjadi lebih sulit, dan pastinya, standar nilai
yang ditetapkan bertambah tinggi.
Masuk progam IPA, tak
melulu menguasai pelajaran di dalamnya. Terbukti, aku dan teman-teman lain
justru banyak remidi di pelajaran eksakta. Aneh? Tidak sama sekali. Remidi di
pelajaran eksakta seolah menjadi sesuatu yang lumrah. Memalukan!
Dari sanalah, idealisme
tentang anti mencontek mulai terkikis. Tiap malam saat mengerjakan PR, bingung
dengan rumus apa yang harus dipakai. Terpaksa dan nekat, pagi-pagi akhirnya
mencontek juga dengan teman yang sudah mengerjakan PR. Rasanya malu, tapi kita
harus mengerjakan PR demi nilai yang diagung-agungkan itu.
Setiap kali tes atau
ulangan, kadang aku meminta bantuan teman. Ini rumusnya yang mana? Ini golongan
apa? Cos tangennya berapa? Seperti hukum
alam, ada yang namanya timbal balik. Kalau aku minta bantuan teman, sebisa
mungkin aku juga bantu mereka. Ada pelajaran yang selalu kita amalkan berupa
simbiosis mutualisme dimana kita bisa saling menguntungkan.
Sampai kelas XII dan
ujian pun, kami masih mengamalkan simbiosis mutualisme itu. Saat ujian apa
lagi. Bahkan guru yang jadi panutan pun melegalkan untuk saling membantu atas
nama baik sekolah. Demi kelulusan 100% yang dibanggakan itu.
Hasil dari kelakuanku
apa coba? Sampai lulus pun mereka masih mencapku Miss Pelit Sok Elit. Jengkelin banget kan ya? Sudah di bantu, tetep
aja tuh cap ngga ilang. Dalam beberapa hal, sebenarnya aku serius dalam belajar
dan mengerjakan soal. Aku yakin, tanpa mencontek pun, aku bisa menyelesaikan
soal tersebut dengan nilai yang lumayan.
Yang paling menyakitkan
adalah ketika kenyakinan itu terbantahkan dengan nilai yang standar sementara
yang mencontek malah mendapat nilai lebih. Mereka tertawa di atas podium,
bangga dengan semua prestasi yang terlihat.
Mencontek memang seolah
menjadi sesuatu yang lumrah, legal dan selama ngga ketahuan ngga akan ada
masalah. Apakah ini tergolong dosa?
“Dan
tolong menolonglah dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam keburukan
dan dosa.”
Aku tahu, ini adalah
dosa. Tapi bagaimana kalau gurunya sendiri yang mengajarkan tentang dosa itu?
Siapa yang dipersalahkan? Dalil guru yang di gunakan sendiri adalah demi nama
baik sekolah. Jadi ini salah siapa?
Masih ingat kah dimana
ada seorang anak SD yang tidak mau mencontek lalu dibully guru dan juga teman-temannya di sekolah? Anak yang jujur saja
dari kecil mental kejujurannya sudah dimatikan, bagaimana kalau mereka besar?
Belajar dari semua hal
yang telah terjadi, selayaknya kita terutama aku akan berusaha mendidik anak-anakku
nanti dengan kejujuran. Semua belajar dari rumah. Jika rumah sudah mengajrkan
kebaikan, aku yakin saat di tempat lain pun kebaikan itu akan tetap menular.
Sebagai guru sendiri,
sebaikanya kita berkaca, sudah pantaskah kita menjadi teladan? Kita adalah
pencetak generasi muda, pembimbing yang banyak ditiru. Pantaskah jika kita
mengajarkan mereka tentang kebohongan demi kebaikan?
Saatnya kita
memperbaiki diri. Yang terjadi di masa lalu, biar menjadi catatan buruk untuk
diperbaiki. Mari kita mengajarkan tentang kebaikan, tentang kejujuran, tentang
segala yang patut diteladani dari Rosulullah. Mari kita mengajarkan anak-anak
kita percaya diri, meyakinkan diri mereka bahwa mereka itu hebat.
Beri pengertian mereka
tentang mencontek, tolong menolong dalam keburukan itu tidak baik. Ajarkan
mereka tentang memilah mana yang boleh di contek mana yang tidak. Mencontek
dalam kebaikan justru sangat di sarankan.
Tung Desem sendiri yang
seorang pengusaha dan pembicara keturunan China mengajarkan tentang mencontek.
Bukan tentang keburukan tapi tentang kebaikan. Darinya aku belajar tentang ATM.
Amati, tiru dan modifikasi.
Kita juga bisa
mencontek dari cara Rosulullah dalam mendidik anak-anaknya. Beliaulah suri
tauladan yang sudah dijamin masuk surga.
Inilah aku yang kata
temanku Miss Pelit Sok Elit yang ngga mau mencontek dan akhirnya terjerat juga
untuk melakukan pencontekkan. Bukan suatu kebanggaan memang. Tapi dari sana aku
belajar banyak hal. Harusnya aku lebih percaya diri dengan kemampuan yang
kupunya. Harusnya aku lebih rajin belajar dan mengasah apa yang bisa aku
lakukan. Harusnya aku percaya, setiap ujian yang Allah berikan itu sesuai
kemampuan kita.
Mencontek ngga
selamanya berujung negative. Tinggal kitanya sendiri, maunya mencontek dalam
hal apa. Dalam keburukan atau kebaikan.
“Artikel ini diikutkan sebagai peserta Fiesta Tali Kasih Blogger 2013 BlogS Of Hariyanto – Masuk Neraka Siapa Takut!!!??? ”
14 comments
Aku dulu jg suka nyontek, dan berhenti nyontek krn takut masuk neraka hehehe
Alhamdulillah, terimakasih sudah berkenan berpartisipasi ya, artikelnya sudah resmi terdaftar sebagai peserta,
btw-kita selalu diajarkan untuk meniru orang lain dalam berbuat amal kebaikan, namun kalo meniru yang ternyata efeknya mengikis sifat kejujuran dalam diri..saya rasa itu hal yang sangat tidak dianjurkan oleh agama.....salam santun dari Makassar :-)
inget banget pas pertama kali nyontek di SMP, pelajaran fisika yg gurunya galak bener. Saking gemeterannya, buku contekannya jatuh pas gurunya lewat di sampingku. Langsung disobek kertas ulanganku hihihiiii... duduuull bgt :D
saya dulu juga akhirnya mamlah nyontek... hhmm....
duh gimana ya
Mencontek itu dosa jamaah ya... sopo to yo seng urung tau nyontek???? hahaha
setuju setuju setuju !!
nyontek memang enaak..hehehe #lho....tapi siapa sih yang ngg pernah nyontek? aku seringannya gagal hihi, yang ada ngasih contekan yang sering...et seruuu..walaupun mungkin dosanya sama yah :D...btw...sukses GAnya yaaa...
kalau cuma ulangan sekolah, murid ketauan nyontek sama gurunya, pasti lgs dimarahin, nilai ulangan jeblok, gak jrg juga kertas ulangan disobek. Tapi kalau udah ujian kelulusan, walaaah.. guru sangar aja bantuin kasih kunci jawaban yahh, *miris emang.. ckck
errrr mencontek yak?
jadi kebudayaan ya di negeri kita. eh bukan, rahasia umum. -_-
sebelum ujian dilaksanakan, ujian sudah menyebar kemana-mana. Dalam hal ini berarti negatif. untuk memutus rantainya susah banget, apalagi kalau 'nilai' yang jadi ujung tombaknya...
Postingan yang menarik, Bismillah semoga berkah.
aku pernah dimusuhin sama teman-temanku karena nggak mau ksih nyontekkan, dan dipandang sinis karena aku kesannya pelit jawaban gitu....
tapi lama-lama aku terjerat juga mirip kisahx mbak jiah... huhuhuh...
eh... aku dulu gak pernah nyontek...dapat jelek ya pasrah aja.. ahhahaha
kayaknya yang namanya dosa setiap saat membawa ketidaktenangan hati ya, Jiah. soalnya ada temen pas smp yang akhirnya ngaku klo dia dulu suka nyontek aku. aku aja ga nyadar pas dia nyontek itu aku kirain dia nyontek samping kananku
jujur, saya dulu juga pernah nyontek, hingga akhirnya saya kapok karena nilai ujian akhir justru anjlok karena kebiasaan nyontek yang tak lagi bisa dilakukan saat ujian akhir.