Pesing? What the meaning of pesing? :uhuk . Kalau menurut bahasaku, pesing itu merupakan bau dari urine, air seni aka pipis. Jangan dikira aku mau bahas yang jorok-jorok ya, ngga sama sekali kok. Lha terus kenapa pilih bau pesing? Up to me dong :uhuk .
Pasti ngerti banget yang namanya bau pipis itu, ampun deh. Ngga bisa bayangin kalau jadi dokter yang kudu ngetes urine seseorang. Bagaimana kalau baunya ngga sedap gara-gara habis makan jengkol atau pete? :omg . Para ibu-ibu yang sudah pakai tes pack, harus betah dong dengan urinenya sendiri :uhuk . Begitu juga penjaga toilet umum, hem jadi mikir. Ngga mual?
Ngomongin urine dan bau pesing, entah mengapa dulu aku suka banget dengan bau pipis bayi. Mungkin aku gila, but ketika aku dipipisi rasanya itu sesuatu banget. Sejak umur 4 tahun aku sudah punya adek. Jadi main sama bayi itu bukan hal baru. Sekitar kelas 2 SD, aku sudah berani gendong bayi. Bukan bayi yang baru dilahirkan memang, tapi bayi yang sudah berumur 3-4 minggu. Tapi tetap saja harus dipantau sama orang tuanya.
Rata-rata anak-anak keponakan yang aku gendong, semuanya pipis. Masalahnya, saat itu aku belum tahu gelagat bayi yang pengen pipis. Sekarang emang sudah tahu? Belum :uhuk . Tapi melihat gelagatnya, biasanya bisa sih. Kalau Sinta pipisin aku, biasanya pagi sampai siang. Malamnya dia baru pakai pampers.
Hei, terus pesing itu mengingatkanku pada apa? Pernah ngompol di kasur? *ups :uhuk . Aih, itu rahasia dong :shy .
Dulu jaman di Ponpes keduaku, tempatnya itu dekat dengan TPQ (Taman Pendidikan Qur'an). Tiap hari kecuali hari jum'at dan hari libur, siang hari selalu ada tuyul, eh anak-anak. Ngga jenuh, ngga bosan mereka selalu datang mengaji. Karena dekat pula, kamar mandi yang kami pakai sering juga dipakai mereka ini. Sering kali bau pesing gara-gara mereka yang pendek ngga bisa ngambil air di bak yang kadang airnya terlalu dalam.
Suatu ketika, waktu sudah sore. Aku dan temanku mau masak. Ritual ngga biasa, aku masuk kamar mandi. Setelah selesai aku keluar, mengunci sedikit pintunya biar baunya ngga kemana-mana. Ngga lucu kan kalau lagi masak bau pesing? Aku masuk ke dapur, asyik lagi motongin sayur tiba-tiba ada suara tangisan. What happen? Apa tuh tuyul pada keroyokan? Aku berinisiatif keluar melihat keadaan mereka. Seorang anak perempuan nangis.
"Lho? Kenapa Dek? Kok nangis?"
Dia masih nangis. Temennya yang jawab.
"Dia ngompol Mbak?"
Haduh. Udah besar kok ngompol?
"Kenapa ngga pipis di kamar mandi?"
"Kamar mandinya kekunci, udah kebelet dia."
Pak! Tamparan buatku. Aku ingat tadi memang menguncinya sedikit dengan kunci kayu. Tadi juga aku bertemu dengan anak itu ketika keluar dari kamar mandi. Ketika aku bergerak ke kanan, di juga ikut ke kanan. Ketika ke kiri, dia juga ikut ke kiri. Mungkin rasa kebeletnya memuncak. Itu salahku.
Dia masih menangis. Aku mencoba membantunya masuk ke kamar mandi. Entah insting emak-emak atau apa, tapi aku membantu dia melepaskan celananya yang basah. Aku juga mengambilkan air untuknya. Sambil menunggu dia membersihkan diri, aku coba menenangkannya.
"Sudah Dek, nanti Ibumu ngga akan marah kok."
"Hus Mbak!" seorang sedikit membentakku.
"Kenapa?" tanyaku kemudian
"Ibunya sudah meninggal, Bapaknya juga."
Aku kaget. Kupandangi muka polosnya yang masih sembab dengan air mata. Sekecil itu, anak kelas 1 SD sudah ngga punya orang tua.
Setelah itu aku minta bantuan tetangga Ponpesku untuk meminjaminya celana. Kuusap air matanya, berusaha menenangkan hatinya. Ah bukan hatinya, tapi hatiku sendiri. Hati yang bersalah karena membuat seorang anak tanpa orang tua menangis.
Pesing, kau bau. Semoga saja anak itu sudah melupakan kejadian itu. Tapi, ada juga sedikit kehawatiran jika dia masih mengingat semuanya. Bukan untuk menyalahkanku, tapi lebih kepada ketakutan yang tak ku ketahui wujudnya. Sering kali aku merasa kenangan buruk saat kecil itu mengahantui diriku, mungkin juga dengan dia.
Habis ini, jangan ngompol lagi ya :smile
“Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Cerita di Balik Aroma yang diadakan oleh Kakaakin”