Hujan
semakin deras. Dua orang gadis memakai rok biru berlari-lari mencari tempat
berteduh.
“Kaleaaaa…!!!”
teriak seseorang dari teras seberang. Mereka terpisahkan oleh lapangan basket
sekolah. Yang dipanggil enggan, tak peduli.
“Kal!
Dipanggil tuh.” kata teman gadis itu.
Kalea
memandang laki-laki di seberang. Yang memanggil tersenyum sementara teman di
belakangnya hanya duduk bermalasan seolah berkata, “Gue ngga peduli!”
“Gue
minta nomor HP Lo! Nanti gue telfon!” teriak pemanggil dengan simbol menelfon
di telinganya.
“Kesempatan
tuh Kal. Cowok paling polpular di sekolah.” bisik teman Kalea.
Kalea
mengangkat tangan kanannya, membuatnya mengepal. Membuka lagi dengan jari
kelingking yang di tutup lalu hanya membuka jempol. Membuka lagi dengan menutup
jari manis dan kelingking. Jempol, jari manis dan kelingking tertutup lalu
membiarkan jempol, telunjuk dan jari tengah terbuka. Telunjuk, jari tengah dan
manis terbuka, lalu hanya jempol yang terbuka dan mengulang membuka telunjuk,
jari tengah dan manis. Kalea mengepalkan kembali tangan kanannya, lalu
membuatnya terbuka meninggalkan jempol yang tertutup dan membuka lagi dengan
menutup jari kelingkingnya.
Si
pemanggil mengumpat sementara teman Kelea mencubit lengan Kalea.
“Gila
kamu! Apa dia ngerti?”
“Bodoh!
Cowok popular harus punya otak juga untuk memahaminya.”
***
“Hujan….”
desah Aldo.
Kalea
menatapnya, mengelus pipinya, mencoba menenangkan hatinya. Yang dia tahu, Aldo
sama sekali tidak suka hujan. Hujan masih turun. Rintiknya sedikit membasahi
balkon rumah tempat dimana Kalea dan Aldo duduk.
“Kenapa
tidak suka hujan? Hujan itu membawa keindahan. Sebentar lagi Do, kita akan
melihat pelangi.”
Kalea
menyandarkan kepala pada bahu Aldo. Bahu lelaki yang membuatnya jatuh cinta. Aldo
bukan tipenya, dia tidak suka hujan, dia juga tidak romantis. Tapi Kalea jatuh
cinta. Bukankah cinta tidak butuh alasan?
“Hujan
mengingatkanku pada seseorang.”
“Siapa?”
“Cinta
pertamaku. Dia datang saat hujan. Tertawa riang ketika orang lain mengumpat
atas kelakuannya.”
“Bagaimana
bisa kamu mencintai seseorang yang membuatmu jengkel?” tanya Kalea tak percaya.
“Dia
lucu. Aku sering mengirimkan kata-kata manis untuknya.”
“Dia
membalas?” tanya Kalea.
Ada
sedikit hawa panas dalam hatinya. Suaminya masih terbayang cinta pertamanya.
“Dia
terlalu naïf dan angkuh. Aku tahu dia senang dengan kata-kataku, tapi dia tak
mau mengakui.”
Kalea
menggenggam tangan Aldo.
“Apa
kau masih mencintainya?”
“Tentu.
Aku bahkan bersumpah untuk membuatnya hamil!”
Kalea
tertegun. Cairan hangat keluar dari sudut matanya. Bagaimana dengan dirinya?
Kalea mengelus perutnya yang buncit. Bagaimana dengan bayinya?
Aldo
menatap Kalea yang tiba-tiba tak bersuara.
“Hai!
Kenapa sayang? Kamu terharu?”
“Aku
mencintaimu.”
“Aku
tahu,”
“Harusnya yang kau katakan, aku
mencintaimu.” ucap Kalea dalam hati.
“Mau
dengar kelanjutannya?” lanjut Aldo.
Kalea
menggeleng, tapi Aldo tak peduli.
“Aku
masih menyimpan nomornya di HPku sebelum dia ganti nomor. Ketika memberikannya,
dia menggunakan gaya yang lucu. Nomornya 085xxxx….”
Otak
Kalea berputar. Sedetik kemudian dia menatap Aldo.
“Nomor
beserta HPku hilang di bus.” Kalea tertawa.
“Aku
tahu.”
“Kau
jahat!” kata Kalea memukul manja dada Aldo.
“Aku
mencintaimu.”
“Tunggu.
Kau laki-laki yang mengumpat itu?”
“Bukan.
Aku yang duduk di belakangnya.”
Mereka
pun kembali tertawa. Hujan menjadi gerimis dan pelangi mulai menampakkan
wujudnya.
477
#GiveawayAfterRain
Notes:
Saya sedang belajar jarimatika. Lucu juga ngasih nomor pake gerakan jari :uhuk