Bismillaahirrahmaanirrahiim....
Mengikuti Reading Challenge MFF 2015 Edisi Februari, saya akan mereview Ketika Cinta Bertasbih versi saya. Kenapa saya pilih novel ini? Karena butuh waktu dan tangisan untuk bisa menuntaskan novel ini #DuhBahasanya.
KCB mulai booming ketika Habiburrohman penulisnya mengadakan audisi pemain untuk film tersebut. Seperti ayat-ayat cinta, saya juga kepo ingin sekali membaca novel itu. Ketika novel itu muncul di perpus sekolah, saya sudah daftar sebagai peminjam. Sayang, novelnya bergilir dari tangan ke tangan :hiks :hwa.
Akhirnya, kenaikan kelas XII saya bisa baca novel seri 1. Seri 2 nya minjam teman itu juga sudah akhir semester 1 di kelas XII. Ngenes banget nggak sih? Kalau film, nunggu gratisan hehe. Jepara mana ada bioskop?
Gambar dari diary jaman MAN :uhuk |
KCB menceritakan tentang perjuangan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang melanjutkan studynya di Al Azhar. Yang menjadi sorotan jelas Khoirul Azzam, mahasiswa yang 9 tahun di Al Azhar, belum S1 dan berjualan tempe untuk kehidupannya dan keluarga. Selain berjualan tempe, Azzam juga pernah menjadi juru masak saat ulang Tahun Eliana anak Pak Dubes.
Azzam ini anak yang baik hati, rajin ngaji. Terbukti si Azzam ini rela menolong Ana dan temannya mahasiswi Indonesia yang waktu itu mengalami insiden di jalan. Kalau azzam baik hati, beda dengan Furqon. Furqon baik, anak orang kaya dan sedang mengerjakan tesis. Sayang, dia ini boros. Walaupun bersahabat, sifat mereka beda.
Hal inilah yang menjadi sorotan besar ketika Azzam ingin menghitbah Ana yang bahkan belum pernah dia lihat. Berbeda dengan Furqon yang karena pendidikannya dianggap lebih mumpuni untuk Ana yang juga sedang mengerjakan tesisnya.
Azzam akhirnya ihlas sekaligus memperbaiki diri. Dia pun lulus S1 dan pulang ke Indonesia. Apa semuanya selesai? Tentu saja tidak. Justru konflik yang sebenarnya baru dimulai. Azzam yang sopir, pengangguran setelah tamat dari Al Azhar sampai pertanyaan, kapan menikah pun ada.
Alurnya novel ini maju, gampang dicerna. Untuk film versus novel, walaupun butuh waktu lama, saya lebih suka novelnya. Puisinya saya suka. Ketika membaca, saya selalu penasaran dan ingin segera menuntaskan novelnya.
Filnya, hem..., saya sadar bahwa bahasa dalam novel beda dengan bahasa visual. Dalam akting kan harus berekspresi supaya kelihatan sesuai dengan apa yang ingin disampaikan. Tidak ada yang sempurna begitu juga dengan film ini. Menurut saya, ekspresi Husna, adik Azzam ketika bertemu di bandara itu lucu, kurang gimana gitu. Waktu membaca puisi juga. Adegan di mesir, adegan Furqon di hotel itu yang saya kurang suka. Oh iya. Di situ juga ada Sarah adiknya Azzam yang dari awal akting tidak pernah ngomong sama sekali. Kaya patung saja hehe :Uhuk.
Dalam film, jelas kita dimanjakan dengan pemandang kota mesir, lebih real beda ketika bengong baca di novel. Bakso cintanya juga lucu. Pertanyaannya, beneran ada yang jual?
Endingnya, akhirnya Azzam nikah :hepi di novelnya. Kalau film ada tambahan di mana Azzam jalan-jalan sama istri dan adik-adiknya. Menurut saya sudah oke, mau ditambahin apa lagi coba?
Novel dan filmnya mengajarkan perjuangan hidup dan semangat menuntut ilmu. Semangat entrepreneurnya si Azzam dengan bakso cintanya. Kata Bu e-nya Azzam, walaupun sibuk kerja, ngajinya jangan lupa. Pun saat kita mencari pasangan hidup, kita harus bisa jadi yang terbaik maka kita akan dapat yang terbaik juga.
Kalau boleh rating 1-5, novelnya dan filmnya 4 lah. Bagaimana menurut kalian?
Sekian review dari saya. See you again :hai
Source |
Source |
Penulis: Habiburrahman El Shirazy
Penerbit: Repubilka-Basmala
Tahun Pertama terbit: 2007
Jumlah Halaman: 477
Film:
Sutradara Chaerul Umam
Produser Mitzy Christina Cindy Christina
Penulis Cerita:
Habiburrahman El Shirazy
Tanggal rilis 1 Jumat, 19 Juni 2009
Tanggal rilis 2 Jumat, 18 September 2009