Beberapa waktu yang lalu, luama sangat sempat baca twit dari Mbak dokter @noichil dan Mak @amma_chemist tentang antri. Apa sih hebatnya antri? Tantri Kotak mah suaranya kenceng nan nyaring. Kalau antri? Mungkin nyebelin.
Suatu ketika, pagi-pagi seperti biasa aku pergi ke pasar yang dekat rumah. Namanya juga pagi, aktifitas paling rempong sedunia. Semua ibu-ibu maunya cepat, nggak pake lama soalnya kudu masak buat sarapan atau nyiapin tetek bengek buat anak sekolah dan buat suami tentunya.
Di situ itulah kerempongan dan kemarahanku terjadi. Meski aku bukan ibu-ibu, aku merasa nggak nerima keadilan waktu itu :uhuk . Aku antri buat beli bumbu, eh yang jualan malah duluin orang lain. Suebel setengah mati. Aku belanja kan ditungguin orang rumah juga. Sampai aku bilang kaya gini sama yang jual. Tapi langsung diterjemahin aja ke Bahasa Indonesia biar nggak roaming kalau nggak ngerti Jawa.
“Tante, aku antri sudah dari tadi kok nggak dilayani? Jangan karena aku pembeli paling kecil, jadi yang tua-tua diduluin!”
Setelah itu apa yang terjadi?
Yang jual diam, pembeli lain juga diam. Penjual langsung layanin apa yang aku beli dan semua transaksi berjalan lagi :smile . Bagusnya, setelah kejadian itu, Penjual bumbunya duluin yang antri. Siapa yang bediri duluan di depan lapaknya, dia yang dilayani dulu :smile .
Yang paling konsisten tentang antrian itu Mbak Yanti, penjual lauk-pauk. Masakannya enak banget *Eh. Yang paling penting adalah, dia mengutamakan antrian. Pokoknya ngelayani sesuai urutan yang berdiri di depan lapaknya.
Sebisa mungkin ya, aku sendiri belajar untuk selalu antri. Dengan antri kita bisa belajar untuk sabar, tidak asal serobot. Antri tidak terlalu buruk, bukan?